Ibu kos saya bekerja sebagai penjual gudeg. Setiap pagi setelah Shubuh, ia berangkat dengan sepeda motor tuanya menuju tempatnya berjualan. Seorang diri ia membawa gudeg, nasi, bubur, dan segala macam perkakas yang dibutuhkan.
Suatu pagi, saya tidak melihat ibu kos berangkat jualan. Sepeda motornya masih terparkir rapi di garasi. Sorenya, saya melihat beliau dalam keadaan murung, dan hal ini membuat saya penasaran.
Kebetulan malam itu saya mau menemuinya untuk membayar sewa kos. Kesempatan itu pun saya manfaatkan untuk menanyakan kabar beliau.
“Saya habis kena musibah, Mas,” kata si ibu dengan raut wajah sedih.
“Lho, musibah apa, Bu?”
“Tempo hari dompet Ibu dicuri. Padahal, surat-surat penting ada di sana semua, seperti KTP, SIM, dan STNK. Beberapa hari terakhir ini Ibu sibuk bolak-balik ke sana kemari buat ngurus surat-surat yang hilang itu.”
Saya menyampaikan simpati sedalam-dalamnya kepada ibu kos. Selanjutnya beliau pun mulai menceritakan kronologi terjadinya pencurian tersebut.
Pagi itu seorang wanita paruh baya mendatangi tempat jualan si ibu, hendak membeli gudeg dalam jumlah yang banyak. Ia minta gudegnya itu dipisah-pisah ke dalam beberapa bungkus. Maka kemudian Ibu pun sibuk membungkus-bungkus pesanan si wanita. Begitu repotnya beliau, sebab ia berjualan sendiri, tidak ada asisten yang membantunya.
Di tengah kesibukan itu, si wanita terus nyerocos, mengajak si ibu berbincang. Tentu saja si ibu kos semakin kerepotan.
Sebenarnya ibu kos merasa tidak nyaman. Tapi sebagai orang Jawa yang kuat unggah-ungguhnya, ia tidak sampai hati mengabaikan wanita itu. Ia merasa tidak enak hati. Maka kemudian ia pun tetap berusaha menanggapinya.
Sambil nyerocos, si perempuan perlahan-lahan menggeser posisinya hingga akhirnya berada tidak jauh dari tempat si ibu menaruh dompet. Saat itu si ibu tidak sadar, sebab ia begitu repot menyiapkan pesanan si wanita, juga menanggapi omongannya.
Begitu pesanan sudah selesai, gelagat si wanita jadi semakin aneh. Bukannya mengambil pesanan itu, ia malah minta izin pergi sebentar untuk mengambil uang. Ia pergi begitu saja tanpa membawa gudeg pesanannya sambil terus mencerocos.
Si ibu sebenarnya merasa curiga. Tapi, ia mengabaikan rasa curiga itu, lagi-lagi karena merasa tidak enak hati. Karena itulah ia tidak berbuat apa-apa ketika wanita itu pergi.
Beberapa menit berlalu, wanita itu masih belum kembali juga. Kecurigaan si ibu semakin kuat. Ia pun buru-buru mengecek barang-barang berharga yang ia bawa. Tapi sudah terlambat. Ia nyaris menangis ketika mengetahui bahwa dompetnya sudah tidak ada.
****
Saat merenungkan kejadian itu, saya jadi teringat dengan esai yang ditulis oleh Malcolm Gladwell. Judulnya Teori Etnik Mengenai Jatuhnya Pesawat Terbang. Saya membacanya di buku Outliers.
Itu adalah esai yang bagus sekali. Sangat cemerlang menurut saya. Saking sukanya, saya sampai membacanya berkali-kali (sebenarnya lebih karena tidak paham-paham, deng).
Dalam esai itu, Gladwell menunjukkan fakta mencengangkan tentang penyebab terjadinya beberapa kecelakaan pesawat terbang, salah satunya dari maskapai Korea Selatan.
Secara teknis, kecelakaan itu mestinya dapat dihindari. Namun, sebuah kesalahan fatal membuat kecelakaan itu terjadi, yakni rasa sungkan first officer dan flight engineer terhadap sang pilot.
Kedua petugas itu tahu bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Sang pilot telah melakukan kekeliruan. Namun, mereka tidak mampu menyampaikannya secara tegas, dan akhirnya malah mengucapkan petunjuk yang terkesan basa-basi.
Sayangnya, sang pilot tidak memahami petunjuk itu. Kekeliruan tidak dibenahi, dan akhirnya kecelakaan pun terjadi. Ratusan nyawa melayang, termasuk pilot, first officer, dan flight engineer itu.
Dalam dunia psikologi, dikenal adanya istilah asertif. Asertif secara umum bisa diartikan sebagai kemampuan untuk mengomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan, namun tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan pihak lain.
Non-asertif adalah kebalikannya. Orang-orang dengan kepribadian ini memiliki sifat takut mengecewakan orang lain. Dalam bayangan mereka, bersikap tegas atau mengomunikasikan sesuatu secara jelas kepada orang lain bisa membuat orang itu sakit hati atau kecewa. Padahal, belum tentu demikian adanya.
Ibu kos saya mengakui bahwa ia merupakan orang yang gampang merasa tidak enak hati ―dalam hal ini non-asertif.
Dalam kisah di awal tadi, sebenarnya beliau sudah curiga dengan tindak-tanduk si wanita yang mendatanginya. Tapi, ia tidak mau menunjukkan kecurigaan itu demi menjaga perasaan si wanita.
Dan ketika wanita itu pergi begitu saja dengan alasan mau mengambil uang tanpa membawa bungkusan gudeg yang sudah disiapkan, ibu kos saya sebenarnya mau mencegahnya. Tapi, ia tidak jadi melakukannya, lagi-lagi karena sungkan.
Hal ini persis dengan apa yang digambarkan oleh Gladwell dalam esainya.
First officer dan flight engineer itu merasa segan untuk memberitahukan kekeliruan sang pilot secara tegas. Maka kemudian mereka pun menghaluskan bahasanya. Tapi, sang pilot tidak mampu menangkap maksud dari ungkapan yang sudah dihaluskan itu ―mungkin karena kelelahan.
Dan kemudian….
Well, catatan ini sebenarnya mau menyampaikan bahwa sikap non-asertif sering kali merugikan. Orang yang non-asertif mudah menjadi korban kejahatan. Dan bahkan dalam esai Gladwell itu, sikap itu bisa menyebabkan kecelakaan udara yang mengerikan.
Saya sendiri adalah orang yang non-asertif ―mungkin seperti kebanyakan orang Jawa lainnya. Dan gara-gara itu, dulu saya sempat kecopetan. Tapi yang jelas, sampai saat ini saya masih terus berusaha untuk menjadi orang yang asertif.
Ooo.. Bang Ditter orang yang non-asertif ya? Tapi kok ngga ada cewek yang nyolong hatinya? Ciyan anet.. 😦
Aku biasanya asertif sih, Bang. Males kalok bertele-tele. Makanya kadang dikatain judes. -_-
Di situ kadang aku merasa sedih, Beb…. 😥
Iya, kamu memang judes. Hiii…atuuut…..
Mau aku kenalin? Ada banyak nominasi nih. Wkwkwk.. 😀
Tapi untungnya si Febri khilaf yah. Hahah 😀
kalau introvert itu masuk golongan mana?
Itu dua hal yang berbeda, Bro 🙂
Waduhhhh … kayaknya si pencuri paham betul teori hipnosis tuh. Terus ngajak ngomong si ibu sampai kondisi “mentally overload” hingga pertahanannya jebol dan blasssssh! 🙂
Iya mas, orang jahat pada pinter-pinter…
copet!
sialan…
dah itu saja.
Haha… :))
kasihan si ibu kos… semoga bisa jadi pelajaran berharga dan gak terulang lagi
Aamiin….
Pekerjaa jadi terlantar karena kita sungkan memberi tamu yang asyik ngobrol bahwa kita sedang sibuk. Budaya sungkan masih terjadi di kalangan kita.
Terima kasih pencerahannya
Salam hangat dari Surabaya
Setuju dengan Pakde. Kadang rasa sungkan untuk menyuruh tamu pulang, membuat pekerjaan yg musti kita lakukan jadi tertunda. Oleh karenanya, ketika menjadi tamu, saya berusaha untuk tidak berlama-lama.
Mantep, Uda. Terima kasih sudah berbagi pengalaman di sini 🙂
Wah, bener juga ya, Pakde… 😀
Salam hangat dari Yogyakarta 🙂
Di temoat kerja yang sekarang dan satu yang sebelumnya sih budaya asertif sudah cukup didorong. Jadinya komunikasi lumayan terbuka. Kalo di tempat kerja pertama budaya sungkan masih kuat banget.
Enakan kerja di lingkungan yg asertif atau yg nggak, Mas?
Tapi kadang-kadang sikap non-asertif dibutuhkan juga, adat ketimuran perlu dilestarikan di dunia yg sudah kebarat-baratan ini.
Gitu, ya… 😀
Gw sih juga lebih cenderung ke non asertif. Tapi terkadang juga gak terlalu memperhatikan perasaan orang. Bahkan menurut orang2 terdekat gue masuk kategori yan blak2an..
Berarti kadang-kadang non-asertif, tapi kadang-kadang asertif juga, ya….
Mungkin karena kebanyakan micin.. #GakNyambung hahaha…
kebanyakan orang indonesia memang non asertif ya 🙂
Mungkin lebih tepatnya orang Jawa 😀
Kan aku salah orang yang non asertif, tapi balik ke situasi sih yah 🙂
Kadang juga bisa jadi asertif #bingung
Tapi memang situasi dan kondisi sangat mempengaruhi… 😀
hyaa aku juga suka gak enakan
masih harus terus belajar ngutarain perasaan demi kebaikan bersama hehe
Ngutarain perasaan… kesannya kok jadi kayak nembak gebetan ya, Mbak, haha….
iya juga ya hehe
Waduuuh, kesian sekali sih ibu kos-mu itu mas 😦
Mudah2an tergantikan dengan yang jauh lebih besar yah…
Aku berarti termasuk non-asertif juga kali yah…
Suka banyak gak enak nya apalagi kalo ama tetangga…
Iya mbak, kasian…
Aamiin….
Sama mbak, aku juga begitu 😀
Kenapa ga bantuin sama mas ditter aja ibu-ibu yang jualan gudegnya pasti pekerjaannya bakalan lumayan ringan hehehe #apasik
Bener juga ya, Mbak… #apasik :))
Ikut sedih dengan musibah ibu kosmu Bro (aku juga suka sarapan gudeg dan seringnya yg jualan kayak ibu kos mu itu, single fighter di pinggir jalan).
Mungkin kita perlu menanamkan sikap curiga untuk menghindari hal-hal semacam ini. Emang agak lebay sih, tapi untuk mengkikis sifat non-asertif kayaknya harus dengan cara yang lumayan EKSTRIM…
Jangan-jangan tempat yg jenengan biasa datangin untuk makan gudeg itu adalah tempatnya ibu kos ku bro…. 😀
Betul, sepertinya memang harus ekstrem… dan itu berat….
Ada gak sih dari antara 2 itu mas?
Maksudnya diantara asertif dan non-asertif. Hahha.
Soalnya kadang saya orangnya suka gak enakan.
Tapi kalo emang udah gak nyaman, ya langsung ngomong apa adanya 😀
Btw, semoga ibu kosnya mendapat rejeki lebih ya mas 🙂
Asertif itu justru yg tengah-tengah. Selain non-asertif, kutub satunya lagi agresif.
Aamiin… tengkyu, Bro 😀
Aku juga sama, Mas. Sama-sama nggak tegas dan pernah kecopetan juga. Hahaha…
Mari kita lebih berhati-hati!
O aku bsru paham, ttg sifat non asertif
Syukurlah 🙂
Kejam banget wanita itu yaaaa, tehnik baru memperdaya korban nya 😦
Udah banyak sebenarnya mas modus-modus kayak gitu… Ah, bang cumi nggak update nih… :p
Yang jelas kedepannya kita haru lebih bijjak ya..
Iya… 🙂
Wah asyik tuh bisa makan gudeg gratis tiap hari ya gan 😀
Ya nggak gitu juga, gan…
Gw kalo sama temen deket termasuk yg non-asertif, Dit.. Tapi kalo sama org lain asertif abis.. Huhuhu.. Jadi penasaran sama essai nya 😀
kalo saya cenderung asertif, dit. tapi terkendala sama lidah yang suka kecele (apa ya, semacam a eee a ee gitu, lupa sama apa yg sebenernya mau diutarakan 😀 ). gara-gara sering keseleo lidah itu image saya terkesan kaku, judes, dan sok serius, jarang becanda. padahal asertif dan humoris itu dua hal yang berbeda kan?
mesti diasah nih cara bicara dengan lugas. dunia saya engineering juga soalnya, hampir sama dengan pilot di atas 😦
Haha… memang orang yang asertif itu suka disangka judes, padahal mah belum tentu begitu 😀
Jadi kangen makan gudeg…☺ Bagaimana bisnis bu kos sekarang? Semoga berkembang.