Dalam perjalanan menuju Salatiga dari Yogyakarta, teman saya mengajak saya untuk sarapan di sebuah warung soto di daerah Jatinom, Klaten. Katanya, soto di sana enak, makanya hampir selalu ramai. Nama warungnya adalah Kartongali.
“Di sana tukang parkirnya lucu, Mas. Kamu pasti suka sama dia,” kata teman saya sambil terkekeh.
Mantap.
Mungkin tukang parkirnya adalah seorang gadis jelita. Kalau benar begitu, maka kehebohan di dunia maya bisa terjadi lagi, seperti pada kasus Nanik si tukang tambal ban cantik, atau Ninih si penjual gethuk berparas manis.
Tapi, sesampainya di sana, bukan tukang parkir jelita yang saya lihat, melainkan tukang parkir berkumis lebat dengan wajah keras seperti tentara.
Sialan, rupanya saya telah salah sangka.
Begitu mobil kami tiba di seberang warung, tukang parkir tersebut langsung sigap mengatur lalu lintas yang saat itu cukup ramai. Gayanya bak polisi profesional: tangkas dan tegas.
Si tukang parkir pasang badan, lalu menyeberangkan mobil kami. Ia tampak sangat serius, tapi tiba-tiba tersenyum lebar sekali ketika mobil kami bergerak sesuai dengan arahannya.
Perubahan mimiknya yang ekstrem itu benar-benar lucu. Gerakannya yang heboh pun begitu. Di dalam mobil, saya tertawa terbahak-bahak. Sepertinya ia lebih cocok bekerja sebagai instruktur senam daripada tukang parkir.
Baru kali ini saya menjumpai tukang parkir yang begitu semangat. Adapun tukang parkir yang sering saya temui kerjanya asal-asalan. Makanya saya kerap merasa tidak ikhlas saat harus membayar parkir kepada mereka.
Setelah puas menikmati soto Kartongali yang memang enak bingits itu, saya dan si teman bergegas kembali ke mobil untuk melanjutkan perjalanan.
Si tukang parkir beraksi lagi. Ia kembali membantu mengarahkan mobil kami, sambil sesekali mengatur arus lalu lintas. Masih dengan gerakannya yang lincah dan heboh.
Sebelum mobil kami pergi, teman saya membayar parkir dengan uang lima ribu. Tarifnya cuma seribu, jadi masih kembali empat ribu.
“Buat Bapak saja,” tolak teman saya sambil tersenyum saat si bapak hendak menyerahkan uang kembalian.
Si tukang parkir tertawa lebar. “Terima kasih, Pak!” ujarnya sambil mengacungkan jempol.
Teman saya cerita, setiap kali datang ke sana, ia memang sering melebihkan uang parkir untuk si bapak. Itu karena ia puas dengan kinerja dan pelayanannya. Menurutnya, tukang parkir itu sangat berdedikasi. Total dan tidak setengah-setengah.
“Aku sangat menghargai orang-orang yang berdedikasi seperti itu,” ujarnya.
****
Kita tahu, saat ini kita berada di zaman yang penuh pamrih. Apa-apa dihitung dengan materi. Istilahnya, ‘tidak mau rugi’. Padahal, dengan bersikap seperti itu, kita malah jadi rugi sendiri.
Misalnya, orang-orang jadi tidak tahu potensi kita karena kita hanya mau bekerja maksimal ketika dibayar mahal. Dan karena mereka tidak tahu potensi kita, maka mereka tidak akan mau membayar kita dengan harga yang mahal itu.
Ini seperti lingkaran setan.
Sebaliknya, dengan bekerja penuh dedikasi dan tidak berlebihan dalam pamrih, rezeki malah akan datang sendiri. Misalnya seperti yang dialami oleh tukang parkir tadi.
Mana foto sotonya? 😀
Nah itu mbak, nggak sempet kefoto… 😦
Begitu udah abis, baru keinget, haha….
Haha kalap
saya request foto tukang parkir
kalau kumisnya tebal pasti kelihatan garang 😀
Haha.. iya mas, garang banget… :))
Soto lagii nih, hehehe.
coba pas ketawa difoto, mas. haha. kan ingin ketawa lebar juga lihatnya 😀
Hahaha… pokoknya kocak banget mas… :))
Jatinom? Saya segera cek ke TKP pakai sepeda. Semoga Pak tukang parkir berkumis juga mau memarkirkan sepeda saya, hahaha 😀
Pasti mau mas, haha…
Eh tapi kayaknya masih sebelum daerah Jatinom deng… Kanan jalan kalo dari Jogja…
Memang jarang ya yang berdedikasi penuh (tanpa imbalan apapun di balik setiap tindakannya). Salut mas. Fotonya dong. 😀
Nah itu, aku belum biasa foto-foto mas, kecuali ngefoto buku, hehe…
Ya kan mulai dr yang biasa dl mas.
Bener, Bang. Orang-orang yg berdedikasi memang layak dapetin penghargaan. 😀
Ajak aku ke tempat sotonya dooooongs.. 😛
Inget diet, Beb…. Inget diet….
Nasi telah menjadi bubur.. 😦
Hahaha… :))
Jadi penasaran aslinya bapak tukang parkir itu kayak apa..
well, aku pernah juga sih nemuin orang yang berdedikasi banget sama pekerjaannya, meskipun kesannya remeh banget.
Tukang jait sepatu robek
Sama kayak cerita di atas, aku juga seneng ngasih lebih. ngerasa nggak rugi sama sekali
Nah!
Yang kelihatannya remeh-remeh gitu, biasanya malah berdedikasi ya, Mas…
Pernah juga mas saya memiliki pengalaman serupa tapi dengan penjual kacang rebus di daerah Kantor PLN Gedong Kuning, Jogja. Aslinya juga iba melihat seorang nenek berusia 90 tahun lebih masih berjualan guna berjuang mempertahankan hidupnya. Harga kacangnya sendiri hanya 5000 an ya mungkin ini rejeki beliau saya kasih 10 kali lipatnya. Ketika mau dikasih kembali saya bilang saja dibawa aja. Sang nenek pun tersenyum dan mengucapkan terima kasih.
Padahal mungkin ketika masih usia dewasa snag nenek mendedikasikan hidupnya demi tumbuh kembang anak – anaknya, giliran anaknya dah dewasa malah beliau ditinggal entah kemana. Tuhan itu maha adil, dan rejeki sudah diaturNYA. Semoga kita termasuk golongan2 orang yang Beruntung dan selalu diberi kelimpahan kesehatan dan rizki. Amin 🙂
Aamiin…. duh, sedih mas baca ceritanya…. Semoga sang nenek selalu diberikan kekuatan dan kemudahan oleh-Nya, aamiin….
Memang bener itu mas…
Tukang parkir itu biasa kan nongolnya cuma pas kita mau keluar aja tuh, sembari minta ongkos..
segitunya kita nyari parkiran dia suka mendadak menghilang hehehe..
seneng deh kalo ketemu tukang parkir penuh dedikasi kayak gini 🙂
Nah! Iya, Mbak… kita jadi nggak segan-segan buat bayar, karena ngerasa memang sudah kewajiban kita, hehe….
Nanik tambal ban itu yg mana lagi ??? duch penasaran hehehe
Yang itu, Mas…. masak nggak tau sih… Ah, Bang Cumi nggak gaul nih…
Hakjleb banget pesannya. Kadang kala, pamrih emang selalu hadir dan susah ditangkal dalam setiap pekerjaan yang kita lakukan. Untuk masalah ini, kayaknya rapotku naik turun deh hehehe. Ya kadang kan kita butuh penilaian dan pengakuan dalam menjaga eksistensi dalam lingkungan komunal yang tingkat persaingannya tinggi.
*serasa jadi pelacur aja hehehe* 😀
Haha…
Mmm… sebenarnya aku juga masih naik turun kok, Mas…. 😀
Disini kebanyakan tukang parkir, pas udah tinggal jalan baru nongol..
Bagus sekali tulisannya. Cerita-cerita tentang nilai nilai positif di sekitar.