Setiap kali membaca buku baru, saya punya satu kebiasaan khusus, yakni mengawalinya dengan membaca kata pengantar, prakata, ucapan terima kasih, dan halaman tentang penulis.
Biasanya, halaman ‘tentang penulis’ diisi oleh si penulis itu sendiri. Tapi, di buku ini, halaman tersebut diisi oleh sahabat si penulis. Ia menceritakan bahwa Swistien Kustantyana —sang penulis mempunyai emosi yang labil. Katanya, Swistien bisa tiba-tiba sedih dengan kemuraman yang dalam, tapi tidak lama kemudian berubah menjadi enerjik dan bersemangat, seolah-olah tidak mempunyai masalah apa-apa.
“Wih, bipolar disorder, nih,” begitu pikir saya ketika membaca informasi itu. Dan tak disangka, rupanya bipolar disorder menjadi salah satu poin utama yang diangkat dalam novel teenlit ini.
Sebelum meresensi lebih jauh, ada baiknya kita membaca blurb novel ini terlebih dahulu.
……………………..
……………………..
“Menurutmu kenapa Aksel menyukaiku?” aku melemparkan pertanyaan cheesy kepada Sisil.
Sisil tertawa. “Kamu ingin mendengarkan pujian terus ya hari ini? Tentu saja karena Princesa itu cantik, pintar, dan baik hati.”
Aku tertawa mendengar jawabannya. Seandainya saja Sisil tahu, aku mengharapkan jawaban lain kenapa Aksel menyukaiku. Jawaban yang tidak standar. Seperti jawaban milik Nathan.
Princesa atau akrab dipanggil Cesa adalah cewek yang penuh percaya diri. Dia tahu bahwa dia itu cantik, pintar, populer, dan banyak yang naksir. Cesa bisa saja memilih cowok mana pun untuk dijadikan pacar, enggak bakal ada yang nolak deh! Kecuali cowok yang satu itu. Cowok yang menjadi sahabat kakaknya, Jinan. Cowok yang Cesa tahu menyimpan rasa hanya untuk kakaknya.
……………………..
……………………..
Buku ini menggunakan sudut pandang penceritaan orang pertama. Isinya berupa cerita keseharian Princesa atau Cesa dalam menghadapi berbagai masalah hidupnya, khususnya tentang bagaimana ia menjalani hari-hari bersama Jinan, kakak Cesa satu-satunya. Jinan merupakan sosok yang sangat sulit dihadapi karena ia menderita bipolar disorder.
Hubungan Cesa dengan Jinan sangat kompleks. Cesa sangat menyayangi Jinan, dan begitu pula sebaliknya. Tapi, Cesa seringkali nyaris kehilangan kesabaran dalam menghadapi Jinan, meski kenyataannya ia tidak pernah tega membiarkan kakaknya itu menderita.
Walaupun sepertinya buku ini telah dikonsep dan ditulis dengan baik, tapi ceritanya tidak mampu menghanyutkan saya. Mungkin karena ada beberapa hal kontradiktif di dalamnya.
Misalnya, katanya Cesa berasal dari keluarga broken home. Dijelaskan bahwa kedua orangtuanya tidak pernah peduli kepada Jinan dan Cesa. Tapi, di awal cerita ada adegan tentang mamanya yang membawa seloyang kue sambil menyapa Cesa serta menanyakan keberadaan Jinan. Selain itu, ada pula adegan tentang mamanya yang menasihati Cesa agar berbicara lebih halus kepada sang kakak, atau ketika mamanya bertanya kepada Cesa kenapa ia pulang cepat.
Well, kau tahu, itu adalah gambaran tentang keluarga yang baik-baik saja. Makanya saya agak bingung ketika di bagian berikutnya disebutkan bahwa sang mama sering menelantarkan anak-anaknya dan hampir tidak pernah peduli kepada Jinan dan Cesa.
Selain itu, saya juga kurang suka dengan endingnya, sebab sepertinya terlalu dipaksakan. Jawaban-jawaban atas segala permasalahan yang sudah diceritakan sebelumnya tidak begitu jelas.
Di balik kekurangan-kekurangan tersebut, novel ini juga memiliki poin positif, yakni gaya tulisannya tangkas dan lincah sehingga enak dibaca. Alur maju mundurnya juga rapi. Selain itu, dialog-dialognya menarik dan tidak bertele-tele.
Oh iya, Diary Princesa ini merupakan seri Bluestroberi yang diterbitkan oleh penerbit Ice Cube. Bluestroberi itu sendiri merupakan seri teenlit bergenre dark romance, yakni cerita roman yang cenderung kelam. Jika kebanyakan cerita teenlit berakhir bahagia, maka novel-novel dalam seri Bluestroberi tidak selalu begitu.
Tiga bintang dari lima bintang untuk buku ini. 🙂
****
Judul: Diary Princesa
Pengarang: Swistien Kustantyana
Penyunting: Laras Sukmaningtyas
Penerbit: Ice Cube
Tebal: 260 hlm
Harga: Rp44.000
ISBN: 978-979-91-0679-7
Penyakitnya kek aku jugak sih.. Tapi aku lebih ke mood swing :3
Sama dong, Beb 😀
Iya sih smcam ga nyambung yah Dit penggambarannya klo sprti yg dirimu tulis.. 😀
Nah! 😀
Yah namanya juga ababil, seru sih kalau dibaca waktu udah lewat masa ababilnya
Monggo 🙂