Gagah, anggun, dan elegan. Itulah pesawat terbang.
Bayangkan, benda ini sangat besar, sangat berat, tapi bisa terbang di udara. Berkat benda yang satu ini, hidup kita jadi jauh lebih mudah. Perjalanan darat atau laut yang biasanya ditempuh selama beberapa hari, maka bisa dipersingkat menjadi beberapa jam saja!
Lain daripada itu, penampilan pesawat terbang —khususnya yang komersial, sungguh mengesankan. Dia rupawan, dan mungkin sedikit angkuh. Ia seperti sibuk dengan dunianya sendiri, fokus menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya, mengantarkan para penumpang ke berbagai daerah.
Suatu ketika, saya melewati (jembatan) fly over, lalu di dekat saya melintas sebuah pesawat yang hendak mendarat. Oh well, dia besar sekali.
Ketika terbang melewati saya, ia seperti melirik saya, lalu tersenyum dengan sopan dan elegan. Sesaat kemudian, pandangan matanya kembali lurus ke depan, dan ia pun melanjutkan perjalanannya menuju bandara.
Dulu saat saya dan gadis itu masih bersama, saya sering cerita ke dia betapa saya mengagumi pesawat terbang. Sialnya, dia sudah sering naik pesawat, sementara saya belum pernah. Jadilah dia puas meledek saya atau menggoda saya dengan menceritakan bagaimana rasanya naik pesawat terbang. Sementara itu, saya cuma bisa senyum-senyum kuda.
Sebenarnya sih saya bisa saja menabung, lalu naik pesawat terbang dengan tarif yang paling murah. Toh saat ini banyak maskapai penerbangan yang menyediakan tiket dengan harga miring. Tapi, saya tidak kunjung melakukannya. Saya malah menahannya dulu.
Kau tahu, rasanya seperti sedang menikmati novelnya Dewi Lestari, dan membacanya lambat-lambat supaya tidak cepat selesai.
Dulu saya sering membayangkan, ketika tiba saatnya naik pesawat terbang, mungkin saya akan terbang bersama dia, karena memang dulu kami cukup dekat. Tapi, tentu saja bayangan itu tidak akan pernah terwujud, sebab saat ini kami sudah tidak lagi bersama.
…………………..
…………………..
Beberapa hari yang lalu, saya dan dua teman kantor mendapat tugas ke Jakarta. Si bos menawarkan kami untuk naik pesawat terbang. Tapi, saya meminta untuk naik kereta api saja. Ini bukan basa-basi, sebab saya masih berharap, ketika kelak harus naik pesawat terbang, kalau bisa yang jauh sekalian, misalnya ke Eropa.
“Sudah, naik pesawat saja, supaya nggak capek,” begitu kata si Bos. Rupanya ia bersikeras. Jadi ya sudah, pada akhirnya saya manut saja. Lagi pula kedua teman saya juga setuju.
Akhirnya tibalah saat-saat yang sudah lama saya nantikan. Saya berjalan di lapangan bandara dengan langkah jumawa, menuju pesawat putih susu yang akan menerbangkan saya. Sebelum masuk ke benda besar itu, saya mem-pukpuk badan pesawatnya dulu. Ya, itu adalah sentuhan persahabatan.
Di dalam pesawat, saya segera mencari tempat duduk sambil sedikit berdesak-desakan dengan penumpang lain. Nah, ketika hendak menaikkan tas ke dalam bagasi, saya menyadari sesuatu.
Sesuatu yang sangat mengejutkan.
TEPAT di barisan belakang saya, duduk seorang perempuan yang sangat saya kenal.
Oh ya ampun.
Dulu saya pernah membayangkan, ketika tiba saatnya naik pesawat terbang, mungkin saya akan terbang bersama dia. Dan kau tahu, rupanya hal itu benar-benar terjadi. Saya benar-benar terbang bersama dia.
Well, kami sudah tidak pernah bertemu dan tidak pernah berkomunikasi lagi selama berbulan-bulan. Namun karena kami tinggal di kota yang sama, kami bisa saja bertemu secara tidak sengaja di mal, di jalan, di tempat makan, atau di manapun.
Tapi, takdir berkata lain. Kami malah tanpa sengaja bertemu di dalam pesawat terbang dalam momen yang bersejarah dalam hidup saya, yakni ketika saya naik pesawat terbang untuk pertama kalinya.
Kalau dulu, mungkin dia akan puas “mencieee-cieeekan” saya sambil tertawa-tawa, sementara saya seperti biasanya cuma bisa senyum-senyum kuda. Tapi tentu saja hal itu tidak terjadi, sebab saat ini kondisinya sudah jauh berbeda.
Meski biasanya kami sering berbeda pendapat, tapi untuk yang satu ini mungkin kami akan sama-sama sepakat, bahwa peristiwa itu benar-benar sebuah kebetulan yang menakjubkan.
Itu pertanda dari alam semesta, Dit. Percayalah! *meski entah pertanda apa*
Hahaha… iya deh, percaya… :))
uhuk, siapakan dia 😀 kok nggak di candid dit 😀
Nggak ah, takut ketauan :p
Akankah kisah dua insan ini kelak mendarat pada jalinan cinta? ataukah terbang menjauh menuju kehidupannya masing-masing? Mari, kita tunggu kelanjutan kisah di artikel berikutnya. 😀
#gelarantiker
Jangan lupa wedangannya juga :))
Jiaaahh..edisi norak..akhirnya ngerasain jga bsa naek pesawat.. 😄
lgian ktmu G**y di pesawat bukannya nyapa ato say hello malah diem ajah..walau da ga hubungan khan msh bsa sahabat an..
Klise :))
Pertama kali baca dikirain ini akan mendiskripsikan pesawat sampai tentang baut2nya.. Ternyata…. Perjumpaan kembali dengan mantan emang menguras sumur bangeet.. 😔😔
*Sampai tentang baut2nya.
Koplak banget ente, Sob :))
Hahaha.. itulah saya..
Cciiee ciieee.. untung nggak jadi naik kereta ya mas 😀
Iya, hahhaa…
#yups Semangat 😀
Apanya yg semangat?
Balikaaaan.. Balikaaaan.. *demo* *pakek iket kepala* *plus toa*
Hush… :))
Ajigile!
luar biasa ya. Andai kata, si bos nurutin naik kereta, pasti nggak bakal ketemuan tuh
Betul, hahaha….
dia kwi sopo tooo?? 😛
kasih tau nggak eaaaa… :))
Dit, apakah kau memberikan senyum terbaikmu untuk dia? Bisa jadi itu pertanda, bahwa sebagian harapanmu sudah dikabulkan, walau tanpa gandeng tangan*ditunggu kisah pendaratannya, mulus atau deg-deg-an? 😀
Uiiih… indah nian kalimatnya, Mbak, hahaha…
suit .. suit
Prikitiw!
Aciyehhh 😀 Susahsuitsusahsuitt… hihihi.. Pertanda kali, Dit 🙂
Hahaha….
eciyeeee…jadi maksudnya ketemu mantan di pesawat niiiih 🙂
trus kok gak dilamjut ceritanyaaa?
Justru itu pas bagian seru nya malah dipotong..hadeuh…
*dasar kepo*
Sebenarnya cerita pokoknya itu tentang pesawat terbang mbak, haha…
Wowww
ini sih namanya takdir bang..
Harusnya merupakan isyarat untuk melakukan suatu gerakan…
*ngomporin*
:)))
*ngambil handuk basah buat madamin kompor :))