Saya punya seorang teman yang terbilang unik, sebutlah ia Mas Janto. Sebelumnya perlu saya jelaskan, pada tulisan ini, saya tidak bermaksud untuk menjelek-jelekkannya. Saya hanya sekadar menceritakan kisahnya, barangkali bisa jadi pelajaran untuk kita semua.
Saya mengenal Mas Janto beberapa tahun yang lalu saat sedang bermain di rumah seorang kawan. Setelah beberapa kali bertemu, kami pun mulai akrab, dan selanjutnya ia sering curhat kepada saya.
Saat pertama kali mengenalnya, saya perhatikan Mas Janto sering murung dan kurang antusias. Saya baru tahu sebabnya ketika mulai mendengar curahan-curahan hatinya.
Mas Janto bilang bahwa ia ingin hidup nyaman dan berkecukupan. Katanya sih tidak perlu berlebihan, asalkan tidak terlalu banyak tuntutan. Karena itulah ia sangat ingin menjadi PNS.
“Gajiku sebagai guru honorer tidak seberapa, tapi aku tetap bertahan supaya bisa diangkat jadi PNS,” ujar Mas Janto pada suatu ketika. Meski berkata begitu, kenyataannya ia sering mengeluh juga tentang betapa rendah gaji yang ia terima.
Bisa dibilang, menjadi PNS adalah tujuan hidupnya. Katanya ia baru akan bahagia kalau sudah menjadi PNS. Dan bahkan, ia sering bilang bahwa ia baru mau menikah jika sudah menjadi PNS.
Sayangnya, setelah berkali-kali mengikuti ujian, ia tidak kunjung lolos. Pikirnya, dengan menjadi guru honorer, perjalanannya menuju status PNS menjadi mudah. Tapi, kenyataan malah berkata sebaliknya.
Saat ini saya sudah lama tidak bertemu dengannya, mungkin sudah lebih dari setahun. Tapi, beberapa hari yang lalu saya bertemu dengan seorang kawan yang juga merupakan teman Mas Janto. Darinya saya dengar kabar bahwa Mas Janto lagi-lagi gagal dalam ujian PNS. Bisa dipastikan ia tidak bisa lagi mengikuti ujian, sebab usianya sudah melewati batas yang pemerintah tetapkan.
Dalam usianya yang sudah beranjak senja, ia masih belum menikah. Dan konon saat ini ia semakin galau akan masa depannya.
Sebenarnya dulu saya dan beberapa kawan sudah memberinya masukan agar ia lebih serius lagi dalam mengejar cita-citanya ―menjadi PNS. Ia perlu melakukan strategi-strategi khusus, misalnya belajar keras, ikut bimbingan, mengikuti try out, dan sebagainya.
Sayangnya, yang ia lakukan hanya menunggu ujian PNS dan belajar sekadarnya. Ia tidak melakukan hal lain yang bisa menambah kompetensinya. Ia merasa statusnya sebagai guru honorer sudah cukup membantunya untuk meraih keinginannya.
Jadi kami –kawan-kawannya yang peduli, tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Bagaimanapun ia sendiri yang paling bisa mengubah nasibnya, bukan orang lain.
Seandainya Mas Janto sadar, ikhtiar apa pun yang kita lakukan sebenarnya tidak akan pernah sia-sia.
Ketika kita menginginkan sesuatu, lalu bekerja keras untuk mencapainya ―tapi kemudian gagal, maka apa yang sudah kita lakukan itu tidak akan percuma. Mungkin kita tidak berhasil mencapai apa yang kita inginkan, tapi ilmu dan kompetensi yang sudah kita dapatkan merupakan sesuatu yang sangat berharga.
Jadi, gagal seharusnya tidak apa-apa, yang penting kita telah berusaha. Kelak ikhtiar yang sudah kita lakukan itu akan sangat berguna tatkala kita memasuki fase hidup berikutnya.
Pelajaran lain yang saya dapat adalah hendaknya kita tidak membatasi kebahagiaan kita sendiri.
Membatasi kebahagiaan atau membatasi nafsu untuk mengejar kebahagiaan?
Maksud saya jangan membatasi bahwa kebahagiaan hanya bersumber dari satu hal aja, Mas, hehe… 😀
usaha mas Janto masih kurang berarti ya, berarti dia belum benar-benar menginginkan PNS itu, tapi sayang waktunya sudah lewat. sekali lagi kebahagian itu, mau mendengar kata sahabat yang peduli 🙂
Wah, kalimatnya bagus, Mbak! 😀
Bnar sekali, kita tidak perlu membatasi kebahagiaan dengan hanya mengejar satu profesi saja, padaha bahagia itu tidak hanya ada dalam profesi bahagia, tapi segalanya asalkan kita bersyukur. Sesungguhnya, sebagai guru honorer saja mas Janto sudah pantas bahagia, hanya saja mungkin mas janto memiliki perspekttif lain dalam memandang kebahagiaan.. 🙂
Nah!
😀 hehe
Don’t make limit for happiness
Akur!
sepakat dengan endingnya
Ok
setuju sekali mas, membatasi kebahagiaan…inspiratif sekali 🙂
jangan sekali2 bertumpu pada satu hal untuk menjadi bahagia, karena takutnya hal tersebut tidak tercapai maka hancurlah kita, harus ada alternatif lain, dan membebaskan pikiran sebebas-bebasnya supaya tidak tertekan dengan keadaan dan ingin pindah ke keadaan lainnya
Iya, Mas. Terima kasih banyak sudah membaca postingan saya 🙂
mungkin ini yang dinamakan mimpi maxi aksi mini
Nah!
jadi, kebahagiaan itu kita sendiri yang memutuskannya ya…
Iya! 😀
Terlalu besar keinginan dan tuntutannya , seandainya dia melihat apa yang dia punya niscaya dia tidak akan murung lagi.
Nah!
Merasa cepat puas si Mas Janto yo, Mas. . .
Kurang usaha, Mbak 😀
Kebahagiaan dan kecukupan bukan hanya milik PNS saja, tapi bagaimana kita mensyukuri apa yg Allah berikan. Dengan semakin banyak bersyukur sekecil apapun itu, Insya Allah akan dilipatgandakan rejeki kita 🙂
Keren, Mas Cumi! Ternyata bisa bijak juga, ya 😀
Setuju banget Dit, kasian sih yah liatnya.. Kayaknya udah bantu tapi membel juga kalo paradigma nya sendiri ga bisa diubah 😦
Nah!
Masih ada satu cara lagi kok untuk menjadi PNS: nyalon jadi kepala daerah. Eh, itu termasuk PNS bukan ya? Hehe
Kalo itu saya juga kurang tau, Sob 😀
Satu lagi, kita harusnya selalu punya rencana alternatif atau cadangan
Kalau selalu terpaku pada satu rencana, ya gitu deh
Padahal kalau mau bikin rencana alternatif, sambil menunggu kesempatan selanjutnya untuk rencana utama kita bisa berkembang di rencana lain. Jadi gak buang2 waktu dan tenaga
kata orang2 sukses sih gitu
Iya mas, bagaimanapun rencana alternatif tu perlu banget 🙂
Pilihannya sih ya.. Bahagia dengan satu pilihan. Jadi sekiranya ngga kedapetan, berubah jadi obsesi deh..
Nah!
Postingan ini sungguh menginspirasi.
Tapi jeleknya Mas Janto, gitu yah. Ngebet pengin jadi PNS, tapi sekadarnya aja belajar. Nggak gigih. -_-
Jangan2 dia lebih tergiur segala duit dan fasilitasnya lagi?
Yg jelas sih tergiur dgn kenyamanannya mas, hehe….
sudah terlambat ya
Yup 😦
jika kita melakukan hal yang sama, maka kita hanya mendapatkan hasil yang sama kata om einstein
tapi berubah memang susah… perlu keteguhan hati
Bener banget, Mas 🙂