Sepertinya saat ini profesi penulis terdengar sangat seksi dan menarik. Banyak orang yang memutuskan untuk menjadi seorang penulis. Bahkan, banyak pula orang yang sudah mapan bekerja di perusahaan besar, tapi memutuskan resign untuk kemudian menjadi penulis penuh waktu.
Menulis tidak lagi dijadikan hobi, tapi dijadikan sebagai profesi utama untuk mencari nafkah.
Memang, menjadi penulis sepertinya terhormat sekali. Prestisenya tinggi. Para penulis dianggap sebagai orang yang cerdas. Tapi, jangan salah. Pandangan seperti itu biasanya ditujukan kepada para pekerja profesional yang menulis, bukan penulis profesional penuh waktu. Hal ini berbeda, dan kita harus bisa membedakan keduanya.
Jika kamu adalah seorang pekerja profesional yang menulis, maka kamu akan dianggap sebagai seorang ahli di bidang yang kamu tulis itu. Tapi jika kamu seorang penulis penuh waktu dan menulis untuk berbagai bidang, maka kamu tidak akan mendapat prestise itu. Bahkan kadang-kadang malah dianggap sok tahu.
Banyak yang memandang bahwa menjadi penulis itu enak. Bisa bekerja di rumah dan di mana saja, sesuai dengan hobi, dapat royalti yang melimpah, terkenal, dan sebagainya. Namun, sebenarnya apa yang enak itu hanya tampak dari luarnya saja.
Teman-teman saya yang berprofesi sebagai penulis mengaku bahwa kehidupan mereka pada awal kerier sungguh berat. Kondisi finansial mereka menyedihkan. Maklum, hasil bayaran dari menulis memang tidak langsung turun begitu saja.
Misalnya, royalti dari sebuah buku biasanya baru turun 7 bulan setelah terbit, dan tentu ini waktu yang sangat lama. Memang, biasanya ada uang muka royalti yang turun ketika buku baru terbit. Tapi, jumlahnya sedikit. Mungkin hanya cukup untuk bertahan hidup selama sebulan dalam kondisi yang pas-pasan.
Lagi pula karya-karya mereka masih belum banyak. Dan dari yang sedikit itu, tidak semuanya bisa menghasilkan uang.
Kondisi itu sering kali memaksa penulis untuk menggantungkan hidup kepada keluarga. Padahal, kadang-kadang keluarga sulit menerimanya. Mereka memandang, penulis tidak mau berusaha mencari nafkah. Kerjaannya hanya berdiam diri di rumah. Padahal, memang seperti itulah pekerjaan penulis.
Dengan perlakuan seperti itu dari keluarga, beban penulis menjadi besar. Jika hal ini berlangsung terus menerus, mereka bisa depresi.
Jadi, saran saya bagi kamu yang mau jadi penulis, usahakanlah untuk hidup mandiri terlebih dahulu. Bekerjalah apa saja yang kira-kira bisa mendatangkan uang untuk bertahan hidup, entah jadi sales asuransi, pegawai hotel, atau tukang tambal ban.
Yang penting kita punya penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dan bahkan kalau perlu, keluarlah dari rumah, lalu menyewa kamar kos atau mengontrak rumah.
Hidup mandiri seperti itu sangat penting, sebab kita jadi tidak perlu memikirkan cibiran-cibiran dari orang-orang dekat. Mereka boleh saja mencibir, tapi kita juga berhak untuk tidak peduli, sebab toh kita tidak bergantung kepada mereka.
Mungkin ada yang berkata, “Kalau harus bekerja, nanti jadi nggak punya waktu untuk menulis, dong? Kan badan udah keburu capek.”
Seorang penulis kenalan saya menjawab, “Kalau kamu benar-benar ingin menjadi penulis, maka kamu akan selalu bisa menyediakan waktu untuk menulis. Nanti kalau kamu sudah punya karya, lalu mendapatkan hasilnya, kamu bisa berhenti bekerja, lalu fokus menulis. Prosesnya memang panjang. Kalau kamu mengeluh capek, lalu tidak menyempatkan diri untuk menulis, itu berarti tekadmu belum kuat. Kalau begitu, sebaiknya urungkan niatmu menjadi penulis penuh waktu. Lebih baik belajar keras, melamar kerja, menjadi pekerja profesional, lalu menulis.”
Sebelum menjadi penulis terkenal, kehidupan J.K. Rowling pun menyedihkan. Ketika berada di Skotlandia dan menulis naskah bukunya di sana, ia mendapat santunan dari dewan kesenian Skotlandia. Sepertinya dia cukup beruntung. Kalau dia tinggal di Indonesia, maka dia tidak akan mendapat santunan itu sehingga harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, sekaligus menulis naskahnya untuk mewujudkan mimpi.
Jadi kalau kamu ingin menjadi penulis karena profesi itu tampak keren, menjanjikan, dan santai karena bisa bekerja di rumah, well, kamu salah. Kalau itu yang jadi motivasimu, kamu akan mudah menyerah di tengah prosesnya.
Sebelum memutuskan untuk menjadi penulis penuh waktu, sebaiknya kita memang mempertimbangkannya dengan matang. Dan kalau sudah benar-benar yakin, maka jalanilah keputusan itu dengan tabah dan tahan banting.
Selamat menjadi penulis!
Sy juga sempat berpikiran untuk jadi penulis, tapi karena kurang ditekuni, jadinya ya seperti sekarang. Jadi penulis sakainget alias semaunya hehe…
Yg penting masih tetep nulis, Kang, hehe….
aku gak atau mgkin belom PD buat jd penulis. lah nulis aja cuma di blog itupun absurd. :p
Absurd tapi bikin yg baca menitikkan air mata…. 😀
Waduh.
*jualan tisu
setuju mas sama jawaban penulis kenalannya…hehe, selamat menulis ms! 😀
Sama-sama, selamat menulis juga 🙂
Aku saat ini lebih memilih buat menjadi pengetik, bukan penulis. Karena kalok jadi penulis, sayang tinta pulpen.. *kemudian dijemur di bawah sinar mentari*
*lalu aku payungin supaya kamu nggak kepanasan. #romantis 😆
butuh pertimbangan yang matang ya mas sebelum memutuskan untuk menjadi seorang penulis, tapi buat yang masih sendiri sepertinya lebih leluasa karena belum kepepet dengan kebutuhan sehari-hari
Nah, bener banget tuh Kang Ucup, haha….
yap.. jadi penulis.. tapi sebagai pendamping passion yang lain 😀
Mantaap…. 😀
membuat blog adalah salah satu sarana untuk melatih skil menulis
Setuju 🙂
Ini juga masih belajar menulis 🙂
Sama 🙂
saya lagi belajar menulis yang ‘sok tau itu’, sambil berharap bisa jadi penulis,
ternyata tak ada yang instan, semua perlua di usahakan dan diperjuangkan ya Dit.
Bener banget, Mbak. Yg instan-instan biasanya cepet ilangnya 😀
setuju dengan tulisan di atas. mungkin bisa belajar konsisten dulu dalam menulis, misalnya nulis di blog. 🙂
Betul, Bro 🙂
Ini semua yang ditulis 100% benar. Aku sudah mengalaminya. Dan jujur saja, bukan malas cari pekerjaan lainnya, tapi memang jalanku memang di sini. Belum nemu tempat yang pas buat jadi tambang emasku, mas. Syukurnya, sejak tahun lalu, aku masih bisa survive. Selain dari keluarga, lewat blog sendiri, pernah beberapa kali dapat uang. Susah juga ya cari duit dari menulis itu. Sempat depresi nih. Malah sampai sekarang. Mungkin kelak bisa lepas dari kesulitan ekonomi.
kapan ya Indonesia bisa ramah untuk pekerjaan2 kayak penulis ini?
jangankan penulis, atlet juga sama. Musisi juga. Tapi atlet lumayan, ada wadahnya yang bernama klub.
Sebetulnya aku memilih jalan hidup ini, banyak hubungannya ke dunia atau hal spiritual, Mas. Cuz, susah jelasinnya ke orang.
-_-
Dunia spiritual? Wuiiih…. :O
Coba diungkapkan di blog aja, Mas 🙂
Wah, kayaknya Mas ini merupakan contoh nyata dari tulisan yg aku bahas ini…. 😀
Tetap semangat, Mas! Lama-lama pasti ada jalan 🙂
trimakasih 🙂
Sama-sama 🙂
Lebih milih jadi profesional yg menulis ya, soalnya menurutku, sbg profesional yg nulis itu tau siapa aja yg bakal beli buku kita. Trus udah punya penghasilan, jadi mau nulis kapan aja kayaknya bukan masalah, yg penting bisa terbit hehe 😀
Yupz, begitu yg aku maksud, Sob 😀
Beh, teori “melamar kerja, menjadi pekerja profesional, lalu menulis” itu kok pada kenyatannya saya curiga mirip seperti para PNS-PNS yang “nyambi” kerjaan lain di luar tugas mereka ngurus negara.
Saya tahu hidup itu susah, nyari uang nggak gampang, dan enak banget punya kerjaan yang tiap bulannya selalu digaji (contohnya PNS :p). Tapi buat saya itu kok terasa “menjijikkan” ya yang nyambi kerjaan seperti itu? Kayak hidup semata-mata demi ngejar uang banyak, bukan passion. Lain halnya kalau orang itu memang pekerja bebas (freelance).
Saya ngerasa idealisme saya emang kolot. Semua jenis kerjaan memang butuh “modal besar” di awal. Tapi saya nggak suka aja ketika untuk bisa mendapatkan modal besar itu kita mengorbankan sebagian dari passion kita yang semata-mata hanya demi uang.
super sekali komentarnya
Untuk masalah PNS ini, saya sepakat, Bro. Saya juga benci setengah mati sama PNS yg malas-malasan 😀
Seharusnya jgn sampai mengorbankan passion hanya demi uang. Idealnya, cari uang utk bertahan hidup aja selama kita sedang mengejar passion itu. Jadi tujuan utamanya tetap cita-cita yg sesuai dgn passion kita… 🙂
Jadi ingat kutipan ini:
“Ingat-ingatlah Kalian hai penulis-penulis belia; bila kalian memilih jalan sunyi ini maka yang kalian camkan baik-baik adalah terus membaca, terus menulis, terus bekerja, dan bersiap hidup miskin. Bila empat jalan itu kalian terima dengan lapang dada sebagai jalan hidup, niscaya kalian tak akan berpikir untuk bunuh diri secepatnya”
— Jalan Sunyi Seorang Penulis (Muhidin M Dahlan)
Wuuaaah… kutipannya keren! Terima kasih!
kerja (cek)
ngekos (cek)
nulis (…)
thanks postingannya bro 😀
Hahaha…. Sama-sama, Pak 😀
Benar sekali, Sob, sungguh benar sekali.
Hal demikian memang perlu direnungkan terlebih dahulu.
Sembari, ini yang juga penting, terus menulis sebagai hobi.
Iya Ustadz, sekaligus sebaga upaya utk menyebarkan kebaikan juga, hehe….
pernah sekali berpikir jadi penulis, tapi ya kadang malah males nulis 😀
ehehehe
Nah lho 😀
Belum sanggup jadi penulis profesional kyknya… Hehe.. Baru menulis sebatas hobi saja.. 🙂
Pernah baca biografinya J k Rowling dan itu emang keren banget. Bahkan buku pertamanya pernah ditolak publik dan dibakar karena mengajarkan anak2 tentang dunia sihir yang menurut gereja itu salah.
Emang keren banget penulis yg satu itu…. 🙂
Yoi keren bgt..
Ah, saya mah jadi penulis blog saja. 😛
Sip! 😀