Di kantin kampus beberapa tahun yang lalu, seorang teman curhat kepada saya, “Dit, aku benar-benar tertekan. Aku berusaha menjalani passionku, tapi hal itu malah membuatku tidak diterima oleh lingkunganku, bahkan keluargaku.”
Saya gelagapan. Saya bukan psikolog, dan tidak banyak mempelajari ilmu psikologi, jadi tidak tahu harus memberi saran apa. Terlebih saya sedang lapar, sementara wangi gorengan yang sedang digoreng menguar dari wajan si ibu Kantin. Hal ini membuat saya tidak bisa fokus.
Tadinya saya mau melucu saja, supaya pembicaraan itu tidak berlangsung sedih. Tapi, saya khawatir dia malah tersinggung. Kau tahu, kalau mau melucu, kita harus melihat tempat dan waktu.
Tidak percaya? Bayangkan saja, suatu ketika temanmu sedang sedih karena mendapat nilai E dalam ujiannya. Saking sedihnya, dia sampai menangis sesenggukan.
Karena tidak tega, kamu pun menepuk pundaknya, lalu bilang begini dengan maksud melucu, “Jangan khawatir. Nilai E itu kan keren. Artinya Excellent! Bahahaha….”
Setelah itu mungkin kamu akan digampar.
Sebenarnya saya paham dengan masalah teman saya itu. Keyakinannya akan keputusan hidupnya sedang goyah, sebab lingkungannya tidak mendukungnya. Dengan kata lain, lingkungannya tidak mengakuinya.
Bagi beberapa orang, ini merupakan sesuatu yang berat dan sulit.
Dalam menjalani hidup, kadang-kadang kita memang membutuhkan pengakuan. Dan bahkan kata Axel Honneth ―filsuf asal Jerman, pengakuan merupakan kebutuhan dasar manusia (Reza Wattimena, 2013).
Saya tidak tahu harus memberi saran apa untuk teman saya, jadi yang bisa saya lakukan adalah mencoba membesarkan hatinya.
“Jangan khawatir, Teman,” saya menepuk pundak teman saya. “Kau tahu, setiap orang besar pasti pernah berada dalam posisi tidak diakui. Sebut saja, Einstein, Thomas Alva Edison, Steve Jobs, J.K. Rowling, Winda, Lestari, Vivin, Santi…,” tiba-tiba saya kehilangan fokus begitu melihat gadis manis dengan kuncir ekor kuda berlalu melewati saya.
Sepertinya usaha saya cukup berhasil. Teman saya tersenyum. Dan sore itu pun saya ditraktir segelas teh hangat dan beberapa gorengan yang baru matang. Lumayan.
nilai E adalah nilai A yang tertundah hehe
Hahahaha betol betol betol, nunda ikut kelas lagi 🙂
Hahaha….
Aku termasuk yang berpaham begitu mas. Kuliah tu baiknya jangan dipaksain. Ikutin aja passion kita. Kalo dipaksa, ya hasilnya nggak bagus.
Banyak kan temen-temen kita yang kuliah cuma buat kerja. Adik-adik SMA yang mau lanjut kuliah juga sering tanya ke aku, bagusnya kuliah dimana, di jurusan apa, nanti kerjanya dimana. Langsung aja aku timpalin, “kamu tuh sekarang mau kuliah atau mau kerja? Yang penting minat kamu dimana. Tentuin jurusan kuliah sesuai minat. Nikmatin dulu kuliahnya. Baru bisa kerja sesuai minat”
Dan aku juga sama, lho. Dulu kayak gitu juga, ngikutin maunya ortu, dan blaaaaas…. Salah jalan sekarang… >_<
Waduh…. nothing to lose, Bro Nuel 🙂
Setuju, Mas!
Hidup menjadi tenang di puncak gunung dikelilingi hutan, tak ada yang mengusik selain kicauan burung. Tak ada keluarga yang meminta pengakuan dan pisang goreng yang baru dimasak… 🙂
Sedaaap…
hehe… seseorang yang sedang dalam posisi down memang perlu dimotivasi… Wah Mas Ditter hebat !
Padahal sebenarnya aku ngga terlalu bisa ngasih motivasi :p
haha… mencoba itu lebih baik daripada tidak sama sekali,,
Hahah.. Aku pun bingung Bang, kalok ada temen curhat yang menyedihkan gitu.. Uda lah hidup ku pun sedih, ditambahi pulak sedihnya.. Nasiiib.. *malah curhat* *gantian*
Kamu curhat gitu, aku jadi ikutan sedih…. 😦
Dilema ya, ngikutin passion, jadi nggak diakui, kalo ngikutin keinginan sekitar, kita yang gak nyaman
Memang harus tabah 😀
jadi inget temen2 kuliah sy dulu..hampir sebagian bukan karena keinginan/kesukaannya..kebanyakan : krn orang tua,krn bingung harus milih jur apa lagi (artinya dia sendiri ga tau maunya apa mungkin)
Waduuuh!
kalo mau curhat cari adit ahhhhh 😀
Siap, Mas! Nanti aku kirimkan nomor rekeningku 😀
Jujur, Mas, aku juga sama seperti temanmu itu. Nggak diakui. Aku mengalami tekanan yang luar biasa dahsyat, baik dari dalam keluarga maupun luar. Dan itu bikin kepala mau pecah, hingga sempat beberapa kali terpikirkan mau bunuh diri. Serius, Mas. Jujur, pengakuan itu penting banget memang. Cari prestasi buat ditunjukan ke orangtua. Jadi aku bekerja sesuai passion, yah untuk orangtua ku jua. Stress banget nih. >_<
Waduh, jangan bunuh diri, Mas. Kalau mati, habis sudah, ngga ada yg bisa diperjuangkan lagi…. Semangat!
hauhahahahaaa ada si santi juga 😛
Hehehe….
jadi kalau kita mau menghibur teman harus hilang fokus dulu ya mas, biar lucunya natural n ndak dibuat2 yang takutnya mmbuat teman tersinggung hhe
Nah! 😀
Tidak diakui bisa menjadi penyemangat mengubah keadaan
Iya, Mbak 🙂
AKu lagi ngadain giveaway nih. Ikutan yuk, =D
http://immanuels-notes.blogspot.com/2014/07/second-give-away-berhadiah-novel-gratis.html
Waduh, mohon maaf, Mas. Belum bisa ikutan nih, lagi banyak kerjaan 😦
If you desire to take a good deal from this article then you have to apply
these methods to your won weblog.
Opoh!
Betewe ikutan curheit ah.
Dulu aku selalu ngerasa kalo kerjaan sekarang ini bukan passion aku. Skrg aku lagi mikir, bener gak sih ini bukan passion aku?
Hmmmmmm
Kalau selalu senang mengerjakannya, kemungkinan besar itu passionnya 😀
Hampir setiap manusia butuh pengakuan terhadap lingkungan nya, pengakuan kalo dia ADA dan dianggap 🙂
Setuju, Mas!
Memang kalo di Hogwarts nilai E itu Excellent mas, sedangkan A itu hanya acceptable 🙂
Untunglah temenmu mau nerima saranmu dan gak jadi digampar yah mas…hihihi…
Nah!
Iya Mbak, hahaha….