Sudah setahun terakhir ini saya menjadi pelanggan setia sebuah warung makan sederhana di dekat kantor saya. Selain masakannya enak —maksudnya sesuai dengan selera saya, harganya pun murah. Saya biasa makan kenyang di sana dengan hanya menghabiskan 7000-8000 rupiah. Itu pun sudah plus minum. Sedaaaap….
Kemarin, seorang teman kerja —kita sebut saja Pak Tuman menyapa saya. Meskipun satu kantor, tapi kami agak jarang mengobrol, sebab beda divisi. Pak Tuman mengabarkan bahwa ia baru saja membuka warung makan, dijaga oleh istrinya. Lokasinya tidak jauh dari kantor. Dengan sopan saya pun berkata bahwa kapan-kapan saya akan mencobanya.
“Omong-omong,” ujar Pak Tuman,“ kalau siang biasanya Mas Ditter makan di warung ibu X, ya?”
Ibu X adalah pemilik warung makan yang saya ceritakan pada paragraf pertama tadi.
Saya menjawab sambil tersenyum, “Iya, Pak. Saya sudah lama langganan di sana.”
“Hati-hati, lho, Mas,” kata Pak Tuman dengan mimik serius, “Kabarnya makanan di warung itu dimasak pakai minyak babi!”
“Mi… minyak Babiiii?” Saya kaget bukan kepalang.
Ini adalah hal yang sensitif, dan karena itu saya bertanya dengan detail kepada Pak Tuman. Well, rupanya Pak Tuman sendiri pun tidak tahu pasti. Tapi, yang jelas ia pernah mendengar cerita dari pegawai lain bernama Pak Sulis bahwa Pak Sulis pernah memergoki Ibu X sedang menuangkan beberapa sendok minyak ke dalam sayur yang sedang dimasak.
“Mas Ditter tahu kan?” lanjut Pak Tuman. “Si Ibu X kalau masak selalu di dalam rumah. Mungkin ia takut para pelanggan tahu bahwa ia pakai minyak babi.”
Hmmm, itu jelas pendapat yang sengaja disambung-sambungkan. Tadinya saya kira Pak Tuman menceritakan hal itu sebagai bagian dari strateginya untuk menarik pelanggan. Tapi ketika saya menceritakan adanya isu ini kepada teman saya satu divisi, rupanya ia pun sudah tahu. Katanya isu itu memang sudah beredar.
Setelah tanya sana-sini, ternyata dasar kecurigaan isu itu adalah karena si Ibu X bukan seorang muslim (maaf, tidak bermaksud SARA). Padahal, sejauh pandangan saya, Ibu X merupakan orang yang sangat ramah serta dekat dengan para pelanggan, termasuk saya. Warungnya berada di dekat universitas Islam negeri terkenal di Jogja, dan karena itu kebanyakan pembelinya adalah para mahasiswi cantik berjilbab.
Saya tidak yakin Ibu X tega menjual masakan yang tidak halal kepada mereka.
Saya kira Pak Sulis sudah bertindak gegabah. Apa yang dikatakannya menjurus pada fitnah, sebab ia sendiri pun tidak bisa memastikan apakah minyak yang pernah dilihatnya itu benar-benar minyak babi atau bukan.Sayang sekali, ia lebih memilih untuk menceritakan hal yang belum jelas itu kepada orang lain daripada mencari cara untuk memastikannya.
Saya sendiri tidak terlalu memedulikan isu itu, sebab toh dasarnya kurang masuk di akal. Mungkin suatu saat saya akan mencoba menanyakannya langsung kepada Ibu X. Tapi sebelum itu tentu saya harus mencari caranya dulu supaya pertanyaan saya tidak menyinggung perasaannya.
Nggak mudah jg ya buat bikin pertanyaan yg ngga nyinggung perasaan si ibu X?
Susah!
iya ya mas. karna sesungguhnya kita harus berhati2 dalam menduga atau berprasangka…harus punya bukti yg kuat dulu, karena katanya kalau membicarakannya seseorang, kalau benar jadi ghibah dan kalau salah jadi fitnah…dua2nya mengandung kemudharatan, terlebih lagi fitnah, lebih kejam dari membunuh 😀
Nah! Setuju banget, Mas 🙂
Hahaha… Itu hal yang sering terjadi di dunia dagang. Saling menjelekkan dan menjatuhkan. Di sini juga pernah, Mas. Ada tukang sate, laris, coz dagingnya gurih2 nyoy gitu. Nah muncul isu dagingnya pake daging tikus. Jangankan yang islam, yang non kan jugajadi jijik buat beli lagi. Kasihan jadinya. Untung si penjual nggak terpengaruh dan tetap jualan. 😦
Nah! 😦
Sok aja atuh lah ditanya. Dari pada penasaran? Cuek aja nanyanya. Kayak ngobrol biasa aja. 😛
Aduh… masih harus menguatkan mental dulu 😀
biasanya kalau tempat makan yang rame itu adaaaa aja gosipnya.. 😀
di sini juga dulu pernah ada warung nasi timbel yang heitz banget, ga pernah sepi.. terus katanya si tukang timbel nya itu melihara jin.. ga tau deh itu bener apa ngga.. soalnya setiap orang yang cerita pasti bilangnya “temennya temen saya yang bisa liat makhluk gaib… blablabla..” 😀
Waduh! Hahaha….
belum tentu begitu kenyatannya,mungkin hanya kabar burung mas
Begitulah 🙂
orang suka bergosip dan menyebar isu ternyata ada dimana mana ya mas 🙂
Iya, ada di mana-mana 😦
Iya mas jangan ragu menanyakan halal dan haram pada penjual. Setidaknya itu kewajiban kita sebagai seorang muslim
Tapi bingung gimana cara nanyanya…. *garuk-garuk kepala
Fitnah keras tuh, soalnya penglihatan kadang bisa nipu. Bisa aja pak sulis lg halusinasi gt gara2 lg stress
Nanya sesuatu yg sensitid tanpa nyinggung perasaan tuh kayaknya harus muter otak berkali kali dulu 😀
Nah!
saya non muslim, pake minyak filma koq (bukan iklan) :p
supaya tidak penasaran tanya saja bro
ga masalah
kalo dia nya marah justru patut dicurigai
pertanyaan: mengapa baru ngasih tau kalo di tempat itu menggunakan minyak baby? kenapa sebelumnya tidak
bukannya kalo tidak memberitahukan informasi yang membuat orang lain celaka itu perbuatan yang kurang baik?
jika memberikan informasi tanpa disertai bukti, informasi tersebut tidak bisa dipercaya
seperti kayak gini: ternyata si ditter pacaran sama saskia gotik, saya nga pernah ngeliat sih, tapi saya mengetahui dari pak suling kalo dia pernah ngeliat ditter menaruh foto wanita cantik di dompetnya 🙂
Perumpamaan yg bagus, Sob, hahaha….
kenapa sih yah selalu muncul isu minyak babi atau daging tikus tiap liat ada dagangan org yg sukses. Disini juga banyak tuh yg kayak gitu.. Ya ga tau juga sih bener ato gak,cuma jahat bgt firnah kayak gitu..
Iya, Mbak…. 😦