Sore itu kantin kampus sudah mulai sepi. Di meja paling pojok, duduk seorang lelaki muda yang tengah asyik membaca buku. Ia sedang menunggu seseorang. Dan ia tahu, cara terbaik untuk membunuh waktu adalah dengan membaca buku.
“Haiii, sori telat! Tadi fotokopinya antre, hehe….”
Si pemuda mendongakkan kepalanya, kemudian tersenyum kepada gadis jelita di depannya. “Oh, nggak masalah. Tapi sudah selesai, kan?”
“Iyaaa…,” kata si gadis dengan nada manja. Lantas ia mengambil tempat duduk di hadapan si mahasiswa. “Ini bukunya. Terima kasih, ya!”
Si mahasiswa mengangguk-angguk senang. “Jadi, apa rencanamu berikutnya setelah wisuda kemarin?” tanyanya, membuka obrolan.
“Aku mau sekolah lagi. Sekarang lagi cari-cari beasiswa S2.”
“Cool! Kalau begitu tanya-tanya ke Nina aja,” usul si pemuda. “Sebelum wisuda kan dia sudah dapat beasiswa S2 di Perancis.”
“Oh iya?” si Gadis mencondongkan tubuhnya. “Di universitas mana?”
“Mmm… kalau nggak salah di universitas Xxxx.”
“Lah, aku belum pernah dengar namanya,” ujar si Gadis dengan wajah bingung. “Mungkin itu universitas kecil di daerah terpencil, ya. Wah, kalau kayak gitu mah mending di dalam negeri aja. Yang penting kan kualitasnya!”
Si pemuda seperti menangkap nada sinis dalam ucapan temannya itu.
“Buat apa sekolah ke luar negeri kalau cuma buat keren-kerenan doang. Iya, kan?” lanjut si Gadis.
“Errr…,” si Pemuda bingung. Setahunya, Nina kuliah di Perancis bukan untuk keren-kerenan. Tapi, si Pemuda sedang tidak ingin berdebat. “Ya, begitulah.”
Obrolan keduanya berlanjut, tapi tidak terlalu lama. Si Gadis lantas pamit duluan, hendak mempersiapkan kepulangannya ke kampung halaman.
****
Dua tahun kemudian….
Si Pemuda tengah bosan dengan pekerjaannya. Menu makan siang yang disantapnya tadi juga membuatnya mengantuk. “Ah, udah lama nggak buka YM,” batinnya. Lantas Ia membuka aplikasi YM di komputer kerjanya. Matanya berbinar saat mendapati sebuah nama menyala di situ. Nama yang sudah tidak asing lagi baginya.
“Halooo! Gimana kabarnya?” si Pemuda mengetik dengan cepat di kotak chat.
“Haai! Kabarku baik. Kamu gimana?”
Rasa bosan yang sempat menyelap si pemuda lenyap seketika. Ia merasa bergairah, sebab akhirnya bertemu lagi dengan teman lama, walaupun hanya di dunia maya.
“Kabarku juga baik! Oh iya, kudengar kamu sekarang kuliah di Australia, ya? Di mana?”
“Iyaaa… akhirnya aku dapat beasiswa untuk kuliah lagi, dan di luar negeri! Aku kuliah di universitas Yyyy.”
Si Pemuda mencoba mengingat-ingat. Nama universitas itu terdengar asing.
“Jadi itu universitas kecil di sini,” si Gadis menjelaskan. “Tapi nggak masalah, sebab ada banyak pelajaran hidup yang bisa kita dapat kalau kuliah di luar negeri. Kita benar-benar dilatih untuk mandiri.”
Si Pemuda mengangguk-angguk setuju. Sangat setuju. Dan kemudian ingatannya terlempar pada obrolan di kantin kampus pada sore itu, dua tahun yang lalu….
pelajaran hidup, itu harganya ga bisa dikalkulasi dengan ‘nama besar’
dan nilai rupiah ya 🙂
Mmmm…. Iya 🙂
Terdengar seperti menjilat ludah sendiri yah.. Yuck.. Gpp, yang penting pada akhirnya jadi baik.. Saya juga mau klo dapat kesempatan S2 di LN meski ditempat terpencil..hihiih
Saya juga mau, Mbak 😀
padahal menurutku dengan si gadis mencibir itu univ kecil secara tidak langsung dia berharap univ besar yang bisa dianggap keren. Dan nyatanya kul di univ kecil aussie membuatnya membela diri hehehe.. Namanya kemakan omongan. Tapi kalau positif enggak papa kan ya hehehe
Iya, temanya kemakan omongan. Untunglah hasilnya positif, hehe….
Sebenernya, bagian yang penting itu bukanlah seseorang itu kuliah di negara apa, kota mana, universitas apa, jurusan apa. Tapi yang penting, setelah lulus kuliah itu dia bisa bikin sesuatu atau enggak. Percuma juga kalau lulus dari Harvard akhirnya cuman jadi pengangguran doang.
Mbak, aku padamu!
setuju mba Vicky 🙂 harus menjadi manusia yg bermanfaat!
*Tos
Yah.. begitulah manusia..
Tapi endingnya bagus juga sih…
Tengkyu, Sob 🙂
gmn kalo judulnya jadi “nasi sudah menjadi bubur”