Saya termasuk orang yang hati-hati dalam membuat janji. Kalau kira-kira terlalu sulit untuk menepatinya, saya lebih memilih untuk nggak membuat janji apa-apa. Sebab, saya akan merasa bersalah sekali kalau nggak bisa menepati janji yang saya buat sendiri kepada orang lain.
Saya sudah berkali-kali dikecewakan oleh orang-orang yang mengabaikan janjinya kepada saya. Karena itulah saya nggak mau membuat orang lain mengalami kekecewaan yang sama.
Meskipun sudah hati-hati, tapi ternyata kadang masih bisa “kepeleset” juga. Beberapa waktu yang lalu saya berani menjanjikan sesuatu kepada seorang relasi, sebab saya yakin bisa melakukannya. Namun pada hari “H”, ternyata kondisi yang terjadi sangat berbeda dengan yang saya bayangkan dulu. Saya terpaksa mengalahkan janji itu untuk hal lain yang jauh lebih penting. Kondisinya begitu sulit, dan saya nggak punya pilihan lain.
Meskipun demikian, saya berkomitmen untuk melakukan apa yang sudah saya janjikan, meskipun waktunya sudah mundur. Tapi ketika saya baru mau melakukannya, ternyata semuanya sudah terlambat.
Wah, saya mengecewakan relasi itu. Dia pun mengungkapkan kekecewaannya. Tapi, saya sudah minta maaf. Beruntung sekali karena dia mau memaafkan kelalaian saya. Tapi, agak lama bagi saya untuk bisa memaafkan diri sendiri.
Kejadian ini akan menjadi pelajaran buat saya 🙂
Gambar diambil dari sini.
Simple saja, Janji adalah hutang.
so Lunasi!
memaafkan diri sendiri memang lebih susah.
selama janji itu untuk kebaikan maka alangkah baiknya bila segera dilakukan untuk menepatinya, namun bila janji itu untuk kemungkaran..maka tak apalah bila kita tak menepatinya…..salam 🙂
@Lazione budy: Memang, utang harus dibayar… 🙂
@Ryan: Iya nih, hehe….
@BlogS oF Hariyanto: Setuju, Pak 🙂