Tadi pagi menjelang sahur, dalam kondisi masih mengantuk, saya paksakan diri untuk bangun supaya nggak telat makan sahur. Seperti biasa, saya mengecek jam terlebih dahulu di ponsel. Sambil tetap meringkuk di balik selimut, iseng-iseng saya buka Twitter.
Di linimasa akun Twitter saya, ada twit yang menurut saya sangat menarik. Tapi, saya lupa nama akun yang bikin twit itu (maklum, ketika itu saya masih mengantuk berat, hehe…). Isi twitnya kurang lebih begini.
Menulis itu bukan proses menuangkan isi hati, melainkan proses mendengarkan isi hati.
Hmmm… unik juga, ya. Setelah berkontemplasi sejenak, ternyata ada benarnya juga. Sejauh pengalaman saya, menulis itu merupakan bagian dari proses dialog dengan diri sendiri. Kita seolah sedang mendengarkan curahan hati dan cerita tentang hal-hal yang membuat hati kita gelisah.
Memang sih, “menuangkan isi hati” tetap menjadi bagian dari proses itu, namun tidak berhenti sampai di situ.
Dalam kondisi tertentu, menulis bisa membuat penulisnya tenang dan bahagia, lepas dari beban pikiran atau kegelisahan yang melandanya. Ini sudah terbukti. Banyak para penulis yang menyatakan demikian. Saya pribadi juga pernah mengalaminya.
Nah, ketenangan dan rasa plong itu saya yakin bisa datang tidak sebatas karena sang penulis sudah mengeluarkan semua uneg-unegnya, tetapi juga karena ada pihak yang bersedia dan rela mendengarkan semua uneg-uneg itu dengan baik dan penuh perhatian. Siapakah dia? Tidak lain adalah diri kita sendiri, hehe….
Bagaimana menurut teman-teman?
Iya juga ya…. menulis itu hasil dialog dalam hati saya. 😀
Hmmm… menurut saya menulis itu tentu harus dari hati. Bukan hanya mendengarkan hati sendiri, tapi juga hati orang lain, yaitu audience kita, pembaca kita….
wah,
setuja, setuja.
isi hati emang kudu dilepaskan,
biar ndak numpuk dan bikin resah.
menulis , setiap pribadi punya pengertian sendiri tentang menulis 🙂 yang penting menulis membuat hati yang menulis menjadi bahagia 🙂
Aku juga setuju dengan kamu. Tiap kali menulis sesuatu pasti ada semacam dialog dalam hati yang menuntunku untuk menuangkannya dalam bentuk tulisan. Dan itu menjadi sangat menyenangkan ketika kita telah menyelesaikannya dan dibaca oleh diri kita sendiri maupuun orang lain
setuju banget dah.. makanya kadang aku ngulang ngulang baca tulisan sendiri, kadang merasa lucu juga udah menuliskan itu semua.. hehehe
Menulis berarti menyuratkan apa yang tersirat. Kalau tidak diungkapkan berarti hanya membatin. Maka aliran kebatinan itu bermainnya hanya dalam wilayah batin saja.
(lho, emang ada hubungannya ya?)
Aku nulis ya nulis saja, hla wong terlanjur ndak biasa mengekspresikan apa yang ada dalam jiwa dan hati ini siiih…. 🙂
Aaah ya bener juga tuh. Mendengarkan hati..
Soalnya setiap nulis postingan, seolah hati memberikan kata-kata, otak merespon dan keluarlah hasil berupa tulisan.. 😀
#IniKomenPalingSotoy :p
Memang benar bahwa kita dapat melakukan kegiatan menulis karena adanya dorongan hati kita…ya