Kemaren saya baca artikel yang sangat menarik di rubrik Karier koran Kompas. Temanya tentang kemiskinan. Mencoba memahami kembali makna kemiskinan dan melihatnya dari sudut pandang yang lain.
“Selama ini kemiskinan sering dianggap sebagai urusan yang bersifat ekonomis saja. Pembahasan biasanya difokuskan pada terbatasnya hak-hak dasar, seperti terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam, dan lingkungan hidup.” Begitulah rangkaian kalimat yang menjadi bagian pembuka artikel itu.
Harus kita akui, sampai saat ini kemiskinan memang hanya dipandang dari segi materi saja. Banyak yang menilai bahwa orang miskin adalah orang yang berpendapatan kurang dari sekian, yang nggak punya rumah, nggak punya mobil, dan lain sebagainya. Intinya, orang miskin adalah orang yang hidupnya memprihatinkan secara finansial. Padahal, ternyata kemiskinan bisa dipandang lebih luas daripada itu.
Menurut artikel yang saya baca itu, perilaku prihatin sama sekali bukan tanda kemiskinan. Justru kemiskinan adalah bila harga diri manusia dilekatkan pada benda-benda duniawi dan lupa pada ketulusan hati dan kebersihan jiwa. Kemiskinan adalah sikap masa bodoh dan saling tidak peduli. Tidak mengherankan bila kesenjangan sosial di negeri ini begitu parah.
Tapi, di sekitar kita bisa jadi banyak orang yang sejahtera secara materi, tapi hidupnya sederhana dan bisa dikatakan prihatin. Mereka tidak berlebihan. Terkadang hidup prihatin justru bisa lebih mempererat persaudaraan, lebih setia kepada Tuhan, dan peduli, asalkan tidak berfokus kepada materi.
Sebaliknya, banyak juga orang yang kaya raya tetapi mendapatkan kekayaannya itu dengan cara yang tidak benar, seperti korupsi, mencuri, menipu, mengeksploitasi alam secara berlebihan, dan lain sebagainya. Kaya materi, tetapi miskin hati dan harga diri karena terlalu berambisi terhadap benda-benda duniawi. Mungkin, itulah yang disebut sebagai kemiskinan sejati.
Kaya materi, tetapi miskin hati dan harga diri karena terlalu berambisi terhadap benda-benda duniawi. Mungkin, itulah yang disebut sebagai kemiskinan sejati..
Betooeelll…!!! d^^b Kasihan yah mereka Dit..
yoi,,,, benar sekali… kemiskinan sejati terletak pada hatinya. Bukan materi duniawi yang melekat pada diri…
setuju!!! miskin bukan di lihat dari kekayaan semata
kunjungan pertama
salam kenal
@Nandini: Iya, Nan…. pendapat kita sama, ya 🙂
@Abdul Muiz: Sipp… Terima kasih sudah mau urun rembug di sini kawan 🙂
@Hendro-prayitno: Betulll….
@Ladyulia: Waaah… terima kasih banyak karena sudah mau berkunjung ke sini, ya… Salam kenal juga!! 🙂
udah lama juga yah dit gak maen ke sini
*ikut – ikut an kata – kata nya adit*
😀
aku tertarik sama postingan mu yang ini. entah kenapa…
rasanya memang pas banget buat melihat sekeliling saat ini. setuju samakamu bahwa kemiskinan bila harga diri manusia dilekatkan pada benda-benda duniawi dan lupa pada ketulusan hati dan kebersihan jiwa.
*bagus loh kata – kata itu..
Hehe… Itu sebenarnya ada bagian yg ngutip juga, Mbak 🙂