Dua hari ini tema yang sedang hangat dari status facebook teman-teman saya adalah tentang hari Ibu. Terus terang, saya malah baru tau kalo tanggal 22 kemaren ternyata adalah hari Ibu, hehe… Sehari sebelum itu, teman-teman sudah banyak yang menyatakan dan mengungkapkan kasih sayang mereka kepada Ibunda masing-masing melalui status facebook…
Nah, berkaitan dengan tema ini, kemaren pagi saya iseng beli harian Kedaulatan Rakyat (selasa, 22 Desember 2009) dan menemukan sebuah artikel opini yang sangat menarik. Judulnya sangat jelas dan lugas, yaitu “Hari Ibu Bukan Mother’s Day”. Artikel itu Ditulis oleh Dra. Anik R Yudhastawa Mangunsarkoro M. Si, seorang pemerhati pergerakan wanita (di) Indonesia. Luar biasa. Saya langsung dibuat penasaran oleh judulnya. Lagipula temanya juga sangat aktual dan sedang hangat-hangatnya dibicarakan oleh banyak orang.
Setelah saya baca, ternyata tulisan itu memang memberikan pengetahuan baru ke saya. Di situ dipaparkan tentang sejarah pergerakan wanita Indonesia. Jadi begini. Pada tahun 1928, para wanita di Indonesia masih dipandang lebih rendah derajatnya dari para pria. Namun para wanita menentangnya dan berinisiatif mendirikan “Komite Kongres Perempuan Indonesia”. Banyak kritik dari yang tua-tua dan bapak-bapak, antara lain “ Isteri tak perlu kongres-kongresan, tempat isteri di dapur, isteri tak perlu memikir kehidupan, isteri belum matang, isteri belum bisa berorganisasi”.
Tekanan terhadap para isteri (Ibu) begitu besar. Namun para wanita itu tetap bersikukuh pada pendiriannya bahwa wanita dan pria harus bersama-sama dalam pergaulan / peri kehidupan, saling menguatkan, dengan tidaklah perempuan menjadi laki-laki, tetapi tetap pada kodrat masing-masing. Kemudian dilaksanakanlah Kongres Perempuan dengan maksud memusyawarahkan permasalahan di atas.
Kongres Perempuan I dilaksanakan pada tahun 1928 di Yogyakarta. Kongres Perempuan II di Jakarta tahun 1935. Kongres yang ke 2 ini menghasilkan salah satu keputusan “bahwa kewajiban utama wanita Indonesia adalah untuk menjadi ‘Ibu Bangsa’ yang berarti menumbuhkan generasi baru yang lebih sadar akan kebangsaannya”.
Kemudian Kongres Perempuan III dilaksanakan di Bandung tahun 1938. Dalam Kongres yang ke 3 inilah kemudian tanggal 22 Desember ditetapkan sebagai HARI IBU dan dikukuhkan oleh Pemerintah sebagai Hari Besar Nasional (bukan hari libur) dengan Keppres No. 316, 16 Desember tahun 1959 ditandatangani oleh Ir. Soekarno.
Nah, dari situ sang penulis ingin menegaskan bahwa peringatan Hari Ibu 22 Desember sangat terkait dengan perjuangan kemerdekaan dan kemanusiaan bangsa Indonesia oleh wanita Indonesia yang disebut sebagai para Ibu Bangsa. Jadi konsep ini sangat khas Indonesia. Hal ini sangat berbeda dengan Mother’s Day di Eropa, Amerika, dan negara lain. Mother’s Day merupakan hari penghargaan kepada kaum Ibu. Di hari itu Ibu dimanja, dibebaskan dari segala pekerjaan rumah tangga, semua dikerjakan oleh suami atau anak-anak.
Tapi kayaknya yang lebih sering diekspresikan oleh masyarakat (khususnya di facebook) adalah konsep yang kedua ini ya…
Hari Ibi utu hanya di Indonesia mas….. 🙂
bagus, bagus.salut
eh om adit.. hari ibu sudah lewat tapi jasanya tidak akan pernah berakhir.. oh iya kalau om adit pengen buat kartun seperti di halaman utama blogku..
cukup langsung menuju urfooz.com
😎
hi, ka 🙂 salm blogger hihi mari masuk blogku 🙂